Fiant-News, Surabaya - Hati-hati. Antara panu dan kusta tampak sama. Jangan sampai menduga panu, eh ternyata kusta. Maka, Anda perlu tahu perbedaannya.
Ketika bagian permukaan kulit Anda mengalami mati rasa, hal itu perlu diwaspadai adanya penyakit kusta. Bercak yang disertai dengan mati rasa memang gejala yang paling tampak dari penyakit kusta.
Direktur RS Kusta Sumber Glagah Mojokerto dr Nanang Koesnartedjo menerangkan, penyakit kusta disebabkan oleh kuman Mycobacterium Leprae yang menyerang kulit, syaraf tepi dan jaringan tubuh lainnya.
”Gejala awalnya memang mirip panu. Hanya saja, jika disentuh dengan kapas, kulit mati rasa,” ungkap dr Nanang seperti dilansir media resmi Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Jatim.
Dalam dunia medis, dikenal 2 jenis penyakit kusta, yakni kusta basah dan kusta kering. Gejala seperti penyakit panu, menurut Nanang, merupakan gejala munculnya penyakit kusta kering. ”Inilah yang banyak dialami oleh pasien,” ujarnya.
Sebenarnya, cukup mudah untuk membedakan gejala tersebut merupakan penyakit kusta atau panu biasa. Dikatakan oleh Nanang, selain dengan menyentuh bercak tersebut dengan kapas, juga bisa dilihat ketika tubuh sedang berkeringat. ”Kalau itu kusta, biasanya tidak ikut berkeringat,” tukasnya.
Lain lagi dengan kusta basah. Jika kebanyakan pasien sukar membedakan antara kusta dan panu, lain halnya dengan kusta basah ini. Nanang menjelaskan, gejala kusta basah ini lebih mudah dikenali, yakni muncul warna merah pada tepi bercaknya.
Selain itu, jika pada kusta kering, kulit tidak mengalami penebalan, namun pada kusta basah ini, bercak pada kulit tersebut mengalami penebalan, bahkan sering kali kulit yang menderita kusta basah ini masih peka terhadap sentuhan. ”Awal munculnya kusta basah ini biasanya pada bagian cuping telinga,” kata Nanang.
Dikatakannya pula, banyak masyarakat yang menaruh kesan negatif pada penderita kusta ini. Bahkan, diakuinya, ada beberapa pasiennya yang mengaku dikucilkan oleh masyarakat lantaran khawatir penyakit kustanya menular ke warga yang lain.
Terkait hal ini, dirinya menghimbau pada masyarakat agar tidak terlalu gegabah untuk mengucilkan pasien penyakit kusta. Pada dasarnya, terang dr. Nanang, penyakit kusta memang menular, namun penularannya tidaklah mudah.
Penyakit kusta jenis kusta kering menurutnya justru tidak menular. ”Yang menular itu kusta basah. Itupun kusta basah yang tidak diobati. Penularannya pun tidak mudah,” terangnya.
Satu-satunya cara untuk mencegah penularan kusta adalah dengan sedini mungkin membawa pasien berobat, setidaknya ke puskesmas terdekat.Pengobatan secara dini tersebut, memang merupakan pencegahan penyakit kusta paling efektif. ”Dengan begitu, kusta yang mengakibatkan cacat pun bisa dicegah,” imbuh Nanang.
Hingga tahun 2010, penderita kusta di Jawa Timur tergolong merupakan yang tertinggi, yakni mencapai 30 persen dari total keseluruhan penduduk.”Paling banyak penderita kusta ada di pulau Mandangin Sampang,” pungkas Nanang.
Ketika bagian permukaan kulit Anda mengalami mati rasa, hal itu perlu diwaspadai adanya penyakit kusta. Bercak yang disertai dengan mati rasa memang gejala yang paling tampak dari penyakit kusta.
Direktur RS Kusta Sumber Glagah Mojokerto dr Nanang Koesnartedjo menerangkan, penyakit kusta disebabkan oleh kuman Mycobacterium Leprae yang menyerang kulit, syaraf tepi dan jaringan tubuh lainnya.
”Gejala awalnya memang mirip panu. Hanya saja, jika disentuh dengan kapas, kulit mati rasa,” ungkap dr Nanang seperti dilansir media resmi Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Jatim.
Dalam dunia medis, dikenal 2 jenis penyakit kusta, yakni kusta basah dan kusta kering. Gejala seperti penyakit panu, menurut Nanang, merupakan gejala munculnya penyakit kusta kering. ”Inilah yang banyak dialami oleh pasien,” ujarnya.
Sebenarnya, cukup mudah untuk membedakan gejala tersebut merupakan penyakit kusta atau panu biasa. Dikatakan oleh Nanang, selain dengan menyentuh bercak tersebut dengan kapas, juga bisa dilihat ketika tubuh sedang berkeringat. ”Kalau itu kusta, biasanya tidak ikut berkeringat,” tukasnya.
Lain lagi dengan kusta basah. Jika kebanyakan pasien sukar membedakan antara kusta dan panu, lain halnya dengan kusta basah ini. Nanang menjelaskan, gejala kusta basah ini lebih mudah dikenali, yakni muncul warna merah pada tepi bercaknya.
Selain itu, jika pada kusta kering, kulit tidak mengalami penebalan, namun pada kusta basah ini, bercak pada kulit tersebut mengalami penebalan, bahkan sering kali kulit yang menderita kusta basah ini masih peka terhadap sentuhan. ”Awal munculnya kusta basah ini biasanya pada bagian cuping telinga,” kata Nanang.
Dikatakannya pula, banyak masyarakat yang menaruh kesan negatif pada penderita kusta ini. Bahkan, diakuinya, ada beberapa pasiennya yang mengaku dikucilkan oleh masyarakat lantaran khawatir penyakit kustanya menular ke warga yang lain.
Terkait hal ini, dirinya menghimbau pada masyarakat agar tidak terlalu gegabah untuk mengucilkan pasien penyakit kusta. Pada dasarnya, terang dr. Nanang, penyakit kusta memang menular, namun penularannya tidaklah mudah.
Penyakit kusta jenis kusta kering menurutnya justru tidak menular. ”Yang menular itu kusta basah. Itupun kusta basah yang tidak diobati. Penularannya pun tidak mudah,” terangnya.
Satu-satunya cara untuk mencegah penularan kusta adalah dengan sedini mungkin membawa pasien berobat, setidaknya ke puskesmas terdekat.Pengobatan secara dini tersebut, memang merupakan pencegahan penyakit kusta paling efektif. ”Dengan begitu, kusta yang mengakibatkan cacat pun bisa dicegah,” imbuh Nanang.
Hingga tahun 2010, penderita kusta di Jawa Timur tergolong merupakan yang tertinggi, yakni mencapai 30 persen dari total keseluruhan penduduk.”Paling banyak penderita kusta ada di pulau Mandangin Sampang,” pungkas Nanang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar