skip to main |
skip to sidebar
Capital Inflow Masih Deras ke RI

Fiant-News, JAKARTA - Memburuknya sentimen regional pascamemanasnya suhu politik di Libya dan bencana gempa serta tsunami di Jepang tidak memberi pengaruh besar terhadap bursa Indonesia. Begitu pula dengan ancaman inflasi baik dari dalam maupun luar negeri.
Capital inflow masih deras mengalir ke pasar modal. Penurunan yang sempat terjadi pada pasar saham dan obligasi, masih berada di tahap wajar. Indeks harga saham gabungan (IHSG) bahkan masih berada pada level 3.500 dan masih menguji level baru di 3.600.
“Dana asing (capital inflow) tetap mengalir masuk membeli saham-saham perusahaan Indonesia dalam dua hari setelah tragedi gempa. Ini menunjukkan tingkat kepercayaan investor yang tetap tinggi,” ujar Investment Specialist PT BNP Paribas Investment Partners, Johan Sidik,di Jakarta.
Menurut dia,masih kuatnya konfidensi terhadap pasar dalam negeri terlihat dengan bertahannya dana asing di pasar dalam negeri.Sejak terjadinya gempa pada 11 Maret 2011 hingga perdagangan kemarin, asing memang melakukan net sell (penjualan bersih) hingga Rp752 miliar.Namun, jumlah tersebut relatif kecil, apalagi jika melihat antusias asing kembali meningkat pada perdagangan beberapa hari terakhir.
Pada perdagangan Rabu (23/3/2011), asing tercatat melakukan net buy(pembelian bersih) senilai Rp226,136 miliar. Sementara IHSG mengalami penguatan sebanyak 38,510 poin (1,09 persen) ke level 3.556,231. Penguatan didukung oleh pembelian pada sektor-sektor konsumer serta komoditas. Hijaunya IHSG mengikuti penguatan yang juga terjadi pada bursa regional.
“Indonesia, secara positif didorong oleh konsumsi domestik yang kuat, seiring dengan pemulihan ekonomi global,”lanjut Johan.
Menurut Johan,bencana Jepang tidak terlalu memberi kekhawatiran besar. Meski negara tersebut merupakan salah satu negara tujuan ekspor,porsinya tidak terlalu besar. Nilai ekspor Indonesia ke Jepang adalah sekitar 16,3 persen dari total nilai ekspor nasional atau sekitar empat persen dari total nilai produksi domestik (GDP) di tahun 2010.
Itu menunjukkan, pasar Jepang tidak memberi pengaruh besar terhadap ekspor. Jika dilihat dari pasar obligasi Indonesia, masih belum menunjukkan adanya kepanikan berarti. Di mana pasar obligasi hanya turun sebesar 0,13 persen sepanjang tiga hari setelah peristiwa bencana tersebut terjadi. Kondisi serupa juga berlaku pada IHSG yang hanya merosot dua persen dalam kurun waktu tersebut.
“Keyakinan akan pertumbuhan ekonomi yang kuat berkat dorongan permintaan domestik,” katanya.
Ancaman lain di pasar saham yang lebih menakutkan, yaitu inflasi, juga tidak terlalu mengkhawatirkan investor. Menurut Johan, inflasi memang bisa menjadi kekhawatiran terbesar di tahun ini, namun hanya sementara. Pasalnya, inflasi tinggi yang sempat terjadi pada akhir 2010 dan Januari 2011 lebih disebabkan kondisi anomali cuaca yang meningkatkan harga pangan.
“Sejauh ini pemerintah telah mengambil langkah-langkah untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional dengan menerapkan kebijakan-kebijakan yang perlu untuk menjaga aliran dana modal serta nilai tukar rupiah tetap stabil,”tuturnya.
Tekanan inflasi yang disebabkan kenaikan harga bahan pangan diperkirakan akan berkurang setelah musim panen di Maret–April.Angka indikator inflasi juga diperhitungkan akan melunak sejalan dengan penurunan harga bahan pangan dan penguatan nilai tukar rupiah.
Keputusan pemerintah untuk menunda program pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yangdirencanakanterjadipada awal April dan mundur hingga Juli juga turut mengurangi tekanan inflasi jangka pendek.
Sementara,VP Research PT Valbury Asia Securities, Nico Omer menilai, periode Maret- April merupakan masa kenaikan pada IHSG. Pada periode tersebut manajer investasi, terutama asing, akan memilih masuk dan bertahan guna mengantisipasi pembagian dividen. Sehingga, ada resistensi yang cukup kuat dari dalam negeri menghadapi sentimen buruk yang terjadi pada regional dan global.
“Asing akan memilih bertahan pada periode tersebut. Kemungkinan juga hingga Juni, karena emiten ada yang menjadwalkan dividen hingga periode tersebut,”katanya.
Meski begitu, pasar saham saat ini masih sangat fluktuatif. Besarnya tekanan dari eksternal menjadi penghambat penguatan indeks ke level baru. Indeks baru akan bisa keluar dari tekanan setelah semester I-2011. “Jika tekanan mereda, indeks akan melaju menuju level baru. Ekspektasi pertumbuhan IHSG masih sama seperti perkiraan sebelumnya yaitu sekitar 20 persen,”katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar