Fiant-News, PROBOLINGGO - Aktivitas vulkanis Gunung Bromo mulai menunjukkan tren meningkat. Setelah pukul 17.22 pada Jumat lalu (26/11) meletus kali pertama sejak berstatus awas, sehari kemarin (27/11) letusan Bromo meningkat. Gunung tersebut meletus dua kali.
Berdasar data yang diperoleh Radar Bromo (Jawa Pos Group), letusan pertama terjadi pukul 05.09, sedangkan letusan kedua berlangsung pukul 10.00. Setelah letusan kedua tersebut, asap tebal berwarna abu-abu kehitaman menyembur dari bibir kawah Bromo dengan ketinggian 500-600 meter. Muntahan asap tebal itu juga mengandung abu dan pasir.
"Material berat seperti pasir dan kerikil halus jatuh di sekitar bibir kawah. Sedangkan material halus seperti debu mengarah ke lereng barat daya dan diperkirakan jatuh di wilayah Kabupaten Malang dan Kabupaten Pasuruan," ungkap Ketua Tim Tanggap Darurat Gunung Bromo Gede Suwandika saat ditemui di Pos Pengamatan Gunung Bromo kemarin.
Karena letusan itu, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) merekomendasikan agar warga di sepanjang daerah yang terkena hujan abu mengenakan masker. Apalagi, bila hujan abu yang dimuntahkan Bromo tersebut mengganggu.
Gede menerangkan, letusan yang terjadi kemarin tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Letusan kemarin lebih kecil dibandingkan yang pertama. Letusan Bromo tersebut juga tidak disertai dentuman atau gemuruh. "Itu namanya erupsi eksplosif. Karena itu, letusan tersebut sebenarnya terus terjadi sampai sekarang," tutur Gede. Sementara itu, hingga pukul 12.00 kemarin, terjadi 20 kali gempa vulkanis dangkal (VB) dengan amplitudo maksimal 36 mm. Gempa tremor juga terus terjadi dengan amplitudo maksimal 30 mm.
Sedangkan sehari sebelumnya, terekam 90 kali vulkanik dangkal dengan amplituda maksimal 38 mm. Sementara gempa tremor menerus terus terjadi dengan amplituda maksimal 3-20 mm.
Meski Bromo telah meletus tiga kali dalam dua hari terakhir, kepulan asap warna abu-abu kehitaman yang membubung dari bibir kawah sama sekali tidak mengandung gas beracun. "Kepulan asap itu hanya mengakibatkan polusi. Warga yang terkena hujan abu direkomendasikan memakai masker. Tidak ada gas beracun, paling hanya belerang," jelas pria yang juga menjabat kepala bidang penanganan gempa bumi dan gerakan tanah PVMBG Bandung itu.
Dia menyebut, erupsi pertama Jumat petang lalu juga tidak melontarkan batu pijar. Yang dimuntahkan dari kawah gunung dengan ketinggian 2.329 meter dari permukaan laut (dpl) tersebut hanya material berupa abu dan pasir halus. Termasuk dalam letusan kedua dan ketiga kemarin.
PVMBG terus melaporkan kondisi terakhir Bromo pada Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub. Laporan tersebut dilakukan sebagai pertimbangan untuk menentukan rute penerbangan. "Kami tak berwenang memberikan rekomendasi, tapi hanya melaporkan," ujar Gede.
Kali terakhir, lanjut Gede, Bromo memuntahkan material berupa batu pijar pada 2004. Itu pun dengan daya pijar rendah. Dia tidak menampik kemungkinan lontaran batu pijar dari kawah Bromo selama status awas saat ini. Namun, dia menyebut Bromo butuh energi besar untuk memuntahkannya. "Amplitudo maksimum 40 mm belum cukup untuk melontarkan batu pijar dari perut gunung," terangnya.
Bahkan, kata Gede, dengan letusan-letusan kecil (minor) Bromo saat ini, simpanan energi dari perut gunung makin berkurang. "Yang dikhawatirkan adalah jika materialnya tidak keluar. Tetapi, tiba-tiba muncul letusan besar," pungkas Gede.[Fiant]
Berdasar data yang diperoleh Radar Bromo (Jawa Pos Group), letusan pertama terjadi pukul 05.09, sedangkan letusan kedua berlangsung pukul 10.00. Setelah letusan kedua tersebut, asap tebal berwarna abu-abu kehitaman menyembur dari bibir kawah Bromo dengan ketinggian 500-600 meter. Muntahan asap tebal itu juga mengandung abu dan pasir.
"Material berat seperti pasir dan kerikil halus jatuh di sekitar bibir kawah. Sedangkan material halus seperti debu mengarah ke lereng barat daya dan diperkirakan jatuh di wilayah Kabupaten Malang dan Kabupaten Pasuruan," ungkap Ketua Tim Tanggap Darurat Gunung Bromo Gede Suwandika saat ditemui di Pos Pengamatan Gunung Bromo kemarin.
Karena letusan itu, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) merekomendasikan agar warga di sepanjang daerah yang terkena hujan abu mengenakan masker. Apalagi, bila hujan abu yang dimuntahkan Bromo tersebut mengganggu.
Gede menerangkan, letusan yang terjadi kemarin tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Letusan kemarin lebih kecil dibandingkan yang pertama. Letusan Bromo tersebut juga tidak disertai dentuman atau gemuruh. "Itu namanya erupsi eksplosif. Karena itu, letusan tersebut sebenarnya terus terjadi sampai sekarang," tutur Gede. Sementara itu, hingga pukul 12.00 kemarin, terjadi 20 kali gempa vulkanis dangkal (VB) dengan amplitudo maksimal 36 mm. Gempa tremor juga terus terjadi dengan amplitudo maksimal 30 mm.
Sedangkan sehari sebelumnya, terekam 90 kali vulkanik dangkal dengan amplituda maksimal 38 mm. Sementara gempa tremor menerus terus terjadi dengan amplituda maksimal 3-20 mm.
Meski Bromo telah meletus tiga kali dalam dua hari terakhir, kepulan asap warna abu-abu kehitaman yang membubung dari bibir kawah sama sekali tidak mengandung gas beracun. "Kepulan asap itu hanya mengakibatkan polusi. Warga yang terkena hujan abu direkomendasikan memakai masker. Tidak ada gas beracun, paling hanya belerang," jelas pria yang juga menjabat kepala bidang penanganan gempa bumi dan gerakan tanah PVMBG Bandung itu.
Dia menyebut, erupsi pertama Jumat petang lalu juga tidak melontarkan batu pijar. Yang dimuntahkan dari kawah gunung dengan ketinggian 2.329 meter dari permukaan laut (dpl) tersebut hanya material berupa abu dan pasir halus. Termasuk dalam letusan kedua dan ketiga kemarin.
PVMBG terus melaporkan kondisi terakhir Bromo pada Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub. Laporan tersebut dilakukan sebagai pertimbangan untuk menentukan rute penerbangan. "Kami tak berwenang memberikan rekomendasi, tapi hanya melaporkan," ujar Gede.
Kali terakhir, lanjut Gede, Bromo memuntahkan material berupa batu pijar pada 2004. Itu pun dengan daya pijar rendah. Dia tidak menampik kemungkinan lontaran batu pijar dari kawah Bromo selama status awas saat ini. Namun, dia menyebut Bromo butuh energi besar untuk memuntahkannya. "Amplitudo maksimum 40 mm belum cukup untuk melontarkan batu pijar dari perut gunung," terangnya.
Bahkan, kata Gede, dengan letusan-letusan kecil (minor) Bromo saat ini, simpanan energi dari perut gunung makin berkurang. "Yang dikhawatirkan adalah jika materialnya tidak keluar. Tetapi, tiba-tiba muncul letusan besar," pungkas Gede.[Fiant]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar